Menebarkan benih kebaikan

Jika seseorang memberikan kebaikan kepada orang lain, maka kebaikan itu akan kembali kepadanya. Siapa saja yang memberi, maka suatu saat juga akan mendapatkannya. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak pernah memberi sesuatu miliknya maka juga tidak akan mendapatkan dari orang lain. Kebaikan yang diterima seseorang pada hakekatnya adalah miliknya sendiri.

Memberi dan menerima sekaligus sebagaimana dimaksud tidak selalu terjadi antar dua orang yang sama. Pengembalian itu bisa terjadi dari orang lain atau bukan berasal dari orang yang semula diberi. Dalam konteks ini yang terjadi bukan tukar menukar atau saling memberi dan menerima. Tetapi, perolehan kembali bisa berasal dari orang yang berbeda.

Mempercayai pandangan tersebut maka menjadikan orang terdorong atau termotivasi untuk selalu memberi atau berbuat baik kepada siapa pun. Kebaikan yang diberikan kepada orang lain tidak akan hilang, malah akan bertambah. Orang yang suka memberi kebaikan akan dikenal oleh banyak orang. Silaturahminya akan semakin luas. Berawal dari silaturrahmi itu, maka rizki akan datang tanpa diketahui atau diperhitungkan sebelumnya.

Sebaliknya, orang yang suka menyimpan harta dan kebaikannya, maka ruang hidupnya juga akan terbatas. Keterbatasan itu akan mengakibatkan peluang untuk mendapatkan sesuatu juga terbatas. Itulah sebabnya, Islam mengajarkan kepada umatnya agar berinfaq, bersedekah, berzakat, dan lain-lain. Orang yang suka memberikan hartanya kepada orang lain ternyata tidak akan menjadi miskin. Tidak pernah ditemui orang menjadi miskin yang disebabkan oleh karena mengeluarkan hartanya untuk disedekahkan.

Demikian pula, kebaikan hati yang diberikan kepada orang lain tidak pernah sia-sia terhadap dirinya sendiri. Kebaikan serupa dan bahkan lebih, pada saatnya akan diterima kembali. Maka muncullah nasehat moral yang sudah dikenal luas, berbunyi sebagai berikut: 'berbuat baiklah kepada orang lain, agar orang lain juga berbuat baik kepada orang lain'. Selain itu juga terdapat ajaran yang begitu indah, yaitu bahwa, siapa saja yang mau membantu penduduk bumi, maka yang bersangkutan akan ditolong oleh Dzat Yang ada di langit.

Dengan menggunakan logika tersebut, maka oleh banyak orang kehidupan ini diumpamakan seperti bercermin. Jika kita tampil di depan cermin dengan sempurna, maka diri kita yang tampak di cermin adalah juga kesempurnaan. Sebaliknya, jika kita sedang marah, mencibir, dan menoleh masam kemudian bercermin, maka wajah yang tampak juga gigih yang kita tampakkan itu. Itulah alasannya, jika kita ingin mendapatkan sesuatu maka harus memberikan sesuatu kepada orang lain. Dalam kehidupan ini apa yang kita berikan sebenarnya juga yang akan kita peroleh. Oleh karena itu, jika kita tidak memberi, maka kita juga tidak akan menerima.

Kita sering mendengar ungkapan “sedikit-sedikit, nanti jadi bukit”. Hal-hal besar tidak selalu lahir dari pekerjaan besar. Hal besar juga bisa lahir dari hal-hal kecil atau terlihat sepele, tapi lambat laun menjadi besar. Yah begitu lah.., memang, kita sering hanya melihat segala sesuatu dari “hasil”, tapi kita lupa bahwa yang besar bisa saja lahir dari “proses” yang bentuknya kecil-kecil atau dianggap remeh. Tumpukan pasir yang dulunya hanya butir-butir kecil bisa menjadi gunung pasir, atau bahkan padang pasir luas.

Hal itu juga berlaku dalam kehidupan kita. Kita sering menyepelekan hal-hal kecil, padahal hal kecil itu bernilai, bahkan jika berakumulasi, hal-hal itu menjadi besar. Sadarkah kita bahwa gelas air putih akan tampak tidak berarti jika disandingkan dengan minuman mewah lain, tapi air putih bisa jadi sangat berarti bagi seseorang yang sangat kehausan di tengah terik matahari.

Perbuatan baik yang kecil sering kita anggap tidak bernilai. Membuang duri dari tengah jalan menjadi tampak sepele, namun jika tidak disingkirkan, akan ada orang yang terluka. Jika perbuatan baik yang tampak sepele sering dilakukan, ia akan menjadi tumpukan kebaikan yang besar. Sebaliknya, misalnya, menggunjing orang mungkin bagi kebanyakan kita dianggap sepele, namun perbuatan kecil itu akan berdampak negatif secara luas. Bayangkan saja, betapa banyaknya kekhawatiran sosial, isu-isu, desas-desus, stigma, terbentuknya opini, bahkan yang faktual, tapi termasuk penggunjingan, akan berdampak besar dan sistemik di masyarakat. Tak hanya perbuatan baik yang kecil, melainkan perbuatan jahat yang juga jika dilakukan secara rutin, akan berdampak besar.