Pahlawan yang sesungguhnya

Namaku Kanaya, aku tinggal di keluarga harmonis. Ayahku pemilik rumah makan Padang yang disukai banyak orang. Ibuku selalu membantu ayah berjualan. Ibu bisa dikatakan wanita yang familiar dengan teknologi modern seperti handphone. Ia selalu mempromosikan makanan yang kami jual di media sosial. Upayanya menghasilkan hasil, dengan banyaknya orang yang datang ke warung kami untuk membeli makanan. Oh iya, aku memiliki adik, Ganesh namanya. Ibuku selalu menerapkan sikap menghargai dan menyayangi orang lain dengan tulus seperti kita menyayangi diri sendiri. Tak heran jika kami jarang sekali bertengkar, karena aku sangat menyayanginya.

Pagi tampak cerah dengan kicauan riang burung yang bersahutan serta semerbak aroma harum kopi memenuhi dapur ketika ibu sibuk menyiapkan bekal sekolah. Dengan cermat, ia memilih menu serta bahan makanan kami. Ibu selalu mengatakan bahwa makanan mempunyai peran penting untuk pertumbuhan anak-anaknya. Ini salah satu cara mengungkapkan kasih sayangnya kepada kami. Aku, ayah dan adikku segera menuju meja makan. Tak menunggu lama suara gemertak dan bau harum memenuhi ruangan. Sarapan bersama selalu menjadi prioritas keluarga kami sebelum sibuk dengan rutinitas harian masing-masing.

Ayah menerapkan ke halaman rumah untuk memanaskan mobil yang akan digunakan untuk mengantar aku dan kedua adikku ke sekolah.

Setelah beberapa menit perjalanan menuju sekolah, kini saya telah sampai di kelas. Suasana kelas yang begitu ramai membuatku merasa heran. Lalu, aku pun bertanya pada teman sebangkuku. “Ini ada apa sih kok rame banget?”

“Lah kamu lupa Nay? ini hari pahlawan. Kemarin Bu Wati ngasih kita semua tugas tentang kepahlawanan.” Ucapan Karin tanpa menengok dan terus menulis.

Namun, waktu telah menunjukkan pukul 07.00. Semua murid dipindahkan ke halaman sekolah untuk upacara memperingati Hari Pahlawan. Dengan rasa panik, aku segara meninggalkan tugasku dan pemindahan menuju lapangan sekolah.

“Eh Nay, aku lupa bilang ke kamu kalau nanti dijelaskan juga dipresentasikan” Ucap Karin mengingatkan

"Ohh. Makasih ya infonya.” Ucapku. Dari raut wajah Karin dapat terlihat kalau ia heran. Alih-alih menjawab dengan rasa panik, aku membalas Karin dengan santai. Karin segera berangkat dan melanjutkan, kami fokus mengerjakan tugas masing – masing.

Lima menit kemudian Bu Wati masuk kelas. 

“Ayo anak-anak langsung saja presentasi, siapa yang ingin maju pertama?” Tanya Bu Wati

“Saya” Teriakku sambil mangangkat tangan.

“Silakan Nay” Ucap Bu Wati mempersilakan.

“Di sini saya akan memuat tugas PPKN saya yang bertemakan pahlawanku. Terdapat beberapa pahlawan yang kita kenali yaitu Soekarno Hatta yang mendirikan Partai Nasional Indonesia. Soekarno jugalah yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda hingga ia diasingkan. Hingga pada tahun 1945, Soekarno bersama Hatta memanfaatkan situasi untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah merdeka,Soekarno menjadi presiden pertama Republik Indonesia selama 22 tahun. Selanjutnya Ki Hajar Dewantara pahlawan kemerdekaan Indonesia yang tak boleh dilupakan. Perjuangannya melalui pendidikan dengan dibangunnya Taman Siswa tahun 1912 terasa dampaknya hingga sekarang. Taman Siswa menjadi Sekolah pertama di Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan yang tidak memungut biaya sekolah.”

Masih melanjutkan kalimatku, “Namun, kata pahlawan bukan hanya untuk para pejuang yang telah memerdekakan negara. Orang tua juga bisa disebut pahlawan karena mereka membesarkan kita. Ayah adalah seorang prajurit tanpa pangkat yang rela mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan keluarganya. Selalu berjuang untuk menghidupi keluarganya dengan cara yang baik dan benar, agar kelak anak-anaknya dapat melakukan hal baik pula dan berguna bagi lingkungan dan masyarakat. Buku adalah pahlawanku. Bukan saja karena ia telah melahirkan dan membesarkanku, melainkan ia adalah manusia pertama yang memberi segala inspirasi. Baik itu suka dan duka, sedih dan gembira, tangis dan tawa, juga segala senang dan derita. Saat diriku mulai tumbuh, Ibu melakukan peran yang penting demi masa depanku, memenuhi kebutuhanku, mengajarkan keimanan kepadaku, pendidikan, dan ilmu sosial agar aku mampu menjadi orang yang berguna.

Maka dari itu menghormati orang tua merupakan hal yang wajib dan harus dilakukan oleh seorang anak. Orang tua telah bekerja keras mengeluarkan keringat untuk membiayai berbagai kebutuhan hidup anaknya, baik dalam bidang pendidikan dan kehidupan sehari-hari hingga anak dewasa. Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tuanya. Setiap orang tua berharap anaknya mendapatkan hal yang terbaik di segala hal.

Tidak ada orang tua yang mengharapkan anaknya mendapatkan sesuatu yang buruk. Sekian presentasi dari saya”

Semua bertepuk tangan dengan semangat. Tak sedikit dari mereka yang memberi pujian atas presentasiku.